Beranda | Artikel
Sepercik Kisah Teladan
Jumat, 6 Oktober 2017

Penulis : al-Akh Muh. Iqbal hafizhahullah *

~Karena Cinta, Sungguh Ku Tinggalkan Dosa dan Maksiat~

Sungguh berat menyandang sosok teladan…
Tak terbayangkan sudahkah siap pengorbanan,

Menjadi sosok jiwa teladan…
Jasmani dan rohani dipertaruhkan,

Pribadi teladan pribadi kokoh nan sejati…
Tak akan goyah tertiup badai terhempas ke bumi,

Apa alasan teladan berhati mulia bersemangat membara, kutanya…
Itu semua karena cinta, jawabnya,

Dengan cinta, menjadi terang semua kegelapan…
Dengan cinta, akan cerah kehidupan,

Batasan cinta teladan tak lagi terbendung…
Tepi dan muara cintanya seakan tak berujung,

Sekiranya samudera itu berpantai…
Dan sekiranya sungai itu bermuara,

Niscaya samudera cinta teladan tak berpantai…
Dan sungai cintanya tak pula bermuara,

Satu diantara banyak buah keteladanan adalah bersungguh-sungguh meninggalkan dosa dan maksiat. Imam Adz-Dzahabi* rahimahullah menyebutkan setidaknya ada 70-an macam dosa yang itu termasuk dosa besar, beberapa diantaranya, yaitu membunuh, meninggalkan shalat, durhaka pada orang tua, riba, zina, zhalim, homoseksual, sombong, berbohong, bunuh diri, khianat dan masih banyak lagi (Kitaabul Kabaa’ir).

*[Beliau adalah al-Imam al-Hafizh, Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz Adz-Dazahabi berasal dari Damaskus, Suriah. Beliau lahir 673 H dan wafat 748 H (75 tahun) sezaman dengan Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayim dan Ibnu Katsir rahimahumullah. Ibnu Katsir memujinya, “Adz-Dzahabi adalah al-Hafizh yang agung, gurunya para ahli hadits, bergelar syamsuddin” (https://islamqa.info/ar/229097)].  

Dosa dan maksiat adalah sumber dan sebab seluruh keburukan dan bencana di dunia ini.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

[QS. Ar-Rum (30) : 41]

Artinya : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.”

Diantara adzab dari dosa dan maksiat adalah tercegahnya seseorang dari menuntut ilmu agama, disertai mudah lupa dalam menghafal pelajaran. Hal ini dapat terjadi karena ilmu itu ibarat permata yang berharga, mutiara yang mahal. Tentu saja, tidaklah mungkin berkumpul di satu tempat (hati) antara sampah syahwat dengan kesucian ilmu.

Ketika seorang hamba bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, lepaslah ilmu dari hatinya yang kadar lepasnya sesuai kadar maksiat yang dilakukannya serta padamlah cahaya pemahamannya. Sesungguhnya dengan sebab dosa dan maksiat, seseorang tercegah dari memperoleh rezeki (boleh jadi tiba-tiba bisnisnya bangkrut, investor mencabut sahamnya, pekerjaan kantor berantakan, gajian terlambat cair, terkena PHK, dan fenomena-fenomena semisalnya). Boleh jadi pula yang dimaksud tercegahnya rezeki adalah rezeki ilmu agama (jauh dari Al-Qur’an, shalat tak pernah khusyu, mudah lupa, malas-malasan, ada saja alasan yang mencegahnya untuk belajar agama), begitu pula ilmu umum (kuliah berantakan, sering telat, jarang mengumpulkan tugas, belajar mudah mengantuk, tugas akhir penuh dengan onak dan duri). Semuanya itu berakar pada banyaknya dosa dan maksiat yang anda perbuat. Sadarilah… sadarilah…

Bagaimana sosok teladan dalam perkataan dan perbuatan? Berikut kami haturkan ke hadapan pembaca rahimakumullah,

Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu menegur anda :

“Sungguh aku mengira (yakin) bila ada seseorang yang lupa terhadap sesuatu, itu disebabkan dosa yang ia lakukan (Kaifa tatahammasu li thalabil ‘ilmi asy-syar’i, hal. 151).”

Imam Abu Hanifah rahimahullah ketika beliau merasa bingung (sulit memahami pelajaran) dari suatu masalah, lalu ia berkata :

“Tidaklah aku jadi seperti ini kecuali karena suatu dosa yang aku pernah lakukan (perhatikan, beliau teringat dosanya karena sedikitnya dosa, sedangkan anda sulit mengingat dosa, yaitu dosa mana yang telah mencegah anda dari kebaikan karena terlalu banyaknya dosa). Lalu beliau memohon ampunan kepada Allah dan menegakkan shalat sunah taubat. Dengan upaya inilah, masalah yang semula membingungkannya menjadi tersingkap dan terselesaikan. Lalu beliau berharap :

“Aku berharap mudah-mudahan dengan tersingkapnya kebingunganku ini menjadi indikator bahwa Allah menerima taubatku (Kaifa tatahammasu li thalabil ‘ilmi asy-syar’i, hal. 152).”

Ali bin Khasyram bercerita :

“Aku menyaksikan Waki ibnul Jarrah* (pakar ilmu hadits) rahimahullah tidak pernah terlihat membawa buku (baik ketika mengajar maupun aktivitas menuntut ilmu lainnya) dikarenakan dahsyatnya kemampuan hafalan beliau. Ketika ditanya : “Apa obat paling manjur tuk menguatkan hafalan?” Jawab beliau : “Tinggalkan maksiat!!” (Kaifa tatahammasu li thalabil ‘ilmi asy-syar’i, hal. 152).”

*[Beliau adalah al-Imam al-Hafizh Waki ibnul Jarrah bin Malih ar-Ru’aasi berasal dari Kufah, Iraq. Beliau lahir 129 H dan wafat 197 H (68 tahun) sezaman dengan Sufyan ats-Tsauri, Syu’bah bin al-Hajjaj dan Abdulloh bin Mubarok rahimahumullah. Al-Imam Ahmad bin Hanbal memujinya, “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih kuat hafalannya daripada Waki” (www.alukah.net/culture/0/100005/)].

Ibnul Jauzi rahimahullah menjelaskan dampak buruk dosa dan maksiat :

“Waspadalah… waspadalah dari dosa-dosa khususnya dosa khalwat (bermaksiat ketika sendiri, anda merasa aman dari penglihatan manusia, tetapi anda lupa bahwa penglihatan dan persaksian Allah tidak anda utamakan seakan-akan anda lebih takut dan malu bermaksiat di hadapan manusia dibandingkan bermaksiat di hadapan Allah ketika sendirian). Tidaklah syahwat ini anda patuhi kecuali berbanding lurus dengan kadar kelalaian dari mengingat Allah (semakin anda lalai dari mengingat Allah, semakin anda patuh dengan hawa nafsu dan syahwat yang hakekatnya anda sedang diperbudak oleh nafsu dan syahwat) (Kaifa tatahammasu li thalabil ‘ilmi asy-syar’i, hal. 152).”

Imam Malik rahimahullah (Imam Mazhab Fiqih) ditanya oleh seseorang :

“Wahai Abu Abdillah, adakah sesuatu yang sangat baik dan paling ampuh untuk menghafal ilmu serta menjaganya? Beliau menjawab : “Sesuatu itu adalah anda meninggalkan maksiat.” (Kaifa tatahammasu li thalabil ‘ilmi asy-syar’i, hal. 152).”

Abu Thalib Ad-Daskuri membacakan syair (yang disandarkan kepada Imam Syafi’i) :

Aku mengadu kepada Waki tentang buruk rusaknya hafalanku, wahai guru…
maka bimbinglah aku untuk meninggalkan maksiat…
kabarkanlah kepadaku bahwa cahaya diibaratkan ilmu…
dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada ahli maksiat (Kaifa tatahammasu li thalabil ‘ilmi asy-syar’i, hal. 153).”

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berbicara panjang lebar tentang dampak buruk dosa dan maksiat, beliau bertutur :

“Dosa-dosa itu ibarat luka, tak sedikit dari luka itu mengantarkan pada kematian.”

“Waspadalah terhadap maksiat, dengan sebab maksiat, yang semula makhluk mulia menjadi terhina (Iblis). Dengan sebab maksiat, yang semula sejahtera dengan kenikmatan surga menjadi terusir dalam keadaan sengsara (Adam).”

“Ketika Allah jauhkan dan campakkan iblis dan bala tentaranya, justru anda mendekat dan berdamai terhadap mereka dengan berbuat dosa dan maksiat.”

“Maksiat adalah penghalang dari terbukanya pintu-pintu rezeki karena sungguh seorang hamba akan tercegah rezekinya dengan sebab dosa yang ia lakukan.”

“Bergoncangnya bumi, gelapnya langit, sebagai pertanda adzab dari Allah bagi pecinta maksiat yang berbuat kerusakan di daratan dan di lautan. Sungguh mereka merugikan diri mereka sendiri dan orang lain sebagai imbasnya. Bukankah ketika adzab diturunkan pada suatu negeri dengan sebab satu hamba bermaksiat, niscaya penduduk seluruh negeri itu luluh-lantah porak-poranda tak pandang bulu?.”

“Dosa dan maksiat yang sangat keji dan memalukan ini menghilangkan keberkahan dan mengurangi kenikmatan, tidak terurusnya ternak, hidup tak lagi nyaman, menangisnya siang dan malam.”

(Kaifa tatahammasu li thalabil ‘ilmi asy-syar’i, hal. 153).”

Syaikh Mushthofa As-Siba’i rahimahullah memberikan tips supaya terhindar dari berbuat dosa dan maksiat :

“Ketika jiwamu menginginkan tuk bermaksiat, ingatlah adzab dan murka Allah yang disegerakan menimpa anda. Jika belum juga jera, ingatlah siapa anda?

Anda seorang penuntut ilmu yang mengkaji berbagai buku ilmiah, tetapi bermaksiat, pantaskah?

Anda seorang guru yang memberikan teladan kepada banyak muridnya, tetapi bermaksiat, pantaskah?

Anda seorang imam masjid yang banyak menghafal kalam-kalam Allah yang agung, tetapi bermaksiat, pantaskah?

Anda seorang ibu yang kualitas pendidikan anak-anaknya tergantung didikannya, tetapi bermaksiat, pantaskah?

Anda seorang pimpinan organisasi yang memberikan teladan terhadap bawahan anda, tetapi bermaksiat, pantaskah?).

Bila belum juga jera, ingatlah jika seandainya perbuatan maksiatmu itu diketahui banyak orang (orangtua, anak-anak, keluarga, teman, guru dan kekasih hati anda), ingin diletakkan di mana rasa malu anda atau telah hilang rasa malu itu, ingin diletakkan di mana martabat dan harga diri anda ketika kepergok bermaksiat.

Bila belum juga jera, ketahuilah bahwa anda tak ada bedanya dengan binatang (binatang itu tidak berakal sehingga mereka tidak malu melakukan segala sesuatunya di muka umum, semisal buang kotoran, bertelanjang bahkan berhubungan biologis dengan pasangannya pun di muka umum. Nah, sebagaimana anda yang bermaksiat tanpa memikirkan resikonya, yang bermaksiat asyik di tengah-tengah keramaian dilihat banyak orang, yang bermaksiat tanpa penyesalan, tidakkah anda berakal?) (Kaifa tatahammasu li thalabil ‘ilmi asy-syar’i, hal. 154).”

Renungan : Memetik Buah Amal yang Manis

Sepercik kisah teladan telah tersampaikan…
Secercah kesungguhan teladan telah terbuktikan,

Jiwa, raga, harta : semua dikorbankan…
Tuk meraih cita dan cinta yang diimpikan,

Tidakkah anda ingin seperti mereka?…
Belumkah hati bergetar mata berkaca-kaca?,

Awali aktivitas anda dengan “menyemai benih” strategi sekuat baja…
Tuk terapkan tips terhindar dari berbuat dosa…

Salam sukses teruntuk anda…
Kutunggu saat anda memetik “buah amalnya”…

# Penulis : Muhammad Iqbal * 

Keterangan : Penulis adalah Pengurus Ma’had Umar Bin Khattab Yogyakarta yang bernaung di bawah Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari. Semoga Allah memberkahi beliau dan umurnya.

— 


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/sepercik-kisah-teladan/